OLEH AZMI ABUBAKAR,
(mahasiswa Universitas Al-Azhar, Editor Buletin el-Asyi Mesir, melaporkan dari Kairo)
KETIKA sedang larut dalam diskusi tentang peranan keilmuwan ulama-ulama
Melayu tempo dulu, tiba-tiba Syekh kami menyodorkan sebuah kitab nahwu
yang tingkatannya hampir sama dengan kitab Ajrumiyah. Kitab itu berjudul
“Al-`Awamil al-Jurjaniyah”, karangan Syekh Ahmad bin Muhammad Zain bin
Mustafa Alfatani. Dari nama akhir sang pengarang menunjukkan kepada kita
bahwa beliau berasal dari Pattani, Thailand Selatan. Guru kami ini
sangat senang dan memuji kitab Awamil al- Jurjaniyah tersebut.
Lantas
saya teringat sebuah kitab Jawo yang mengupas ilmu tauhid. Kitab ini
bernama Bidayah al-Hidayah, syarah matan Ummul Barahin. Selepas diskusi
dengan sang Guru, saya mulai membuka kembali kitab ini dan akhirnya
menemukan nama dan asal usul ringkas pengarangnya; Syekh Muhammad Zain
bin Faqih Jalaluddin yang dalam redaksi kitab disebut bahwa beliau
merupakan seorang yang berasal dari Aceh.
Kemudian, dalam
mukadimah kitab Bidayah wal Hidayah terdapat dua bait syi’ir yang
menjelaskan pentingnya mempelajari kitab ini. Syi’ir dimaksud ditulis
oleh pengarang kitab Awamil al-Jurjaniyah, Syekh Ahmad bin Muhammad Zain
Alfatani, demikian nama yang tertera.
Sejuah ini, kita masih
belum menemukan satu pun literatur yang menulis tentang biografi Ahmad
bin Muhammad Zain Alfatani secara lengkap. Yang jelas, sosok Ahmad
Alfatani adalah salah seorang yang mewakili ulama negeri-negeri rantau
Melayu akhir abad 20 yang karyanya masih dibaca dan diminati oleh
mahasiswa dan pelajar ilmu-ilmu agama di Mesir, tak terkecuali pelajar
Arab.
Kitab berbahasa Arab, Al-Awamil al-Jurjaniyah karangan
beliau dijual bebas di maktabah belakang Masjid Al-Azhar seharga 15
pound Mesir. Tercatat ada 20-an kitab ulama-ulama Melayu yang telah
saya koleksi, semuanya kebanyakan berasal dari Maktabah Halabi.
Kitab-kitab tersebut dijual antara 5 sampai 30 pound Mesir.
Kitab
terakhir yang saya beli adalah Tajul Muluk karangan ulama Aceh, Syekh
Isma’il bin Abdul Muthalib Al-Asyi yang telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab. Terakhir saya membeli kitab paling masyhur di Aceh yakin,
Jami’ul Jawami’ atau di Aceh sering kita menyebutnya Kitab Lapan,
karena berisi kumpulan kitab yang jumlahnya delapan.
Sebagaimana
kita maklum bahwa kitab ini merupakan karangan ulama Aceh yang juga
pengarang Tajul Muluk, Syekh Isma’il bin Abdul Muthalib Al-Asyi. Di
Mesir, kitab ini dicetak oleh Makatabah Halabi pada bulan Muharram tahun
1344 Hijriah. Dalam mukadimah kitab Jam’ul Jawami’ tertulis sebuah
kalimat: “Dan pada nafinya satu risalah Asraruddin atas I’lamul Muttaqin
bagi ulama Aceh beberapa hawamisy dan beberapa abyat (bait-bait) bagi
almarhum Syekh Isma’il.”
Para syekh dan pelajar di Universitas
Al-Azhar sangat memberi apresiasi terhadap mahakarya ulama-ulama Melayu.
Bahwa para ulama-ulama Melayu telah menjalin hubungan keilmuwan yang
intens dengan para syekh dan masyarakat di negeri-negeri Arab masa lalu.
Sebagai hamba ilmu, para ulama ini terus belajar dan mengajarkan
ilmu-ilmunya kepada generasi pelanjut.
Mereka menyempurnakan
aktivitas keilmuwan dengan mengarang kitab-kitab. Mahakarya para ulama
ini menuai berkah, di mana sampai sekarang kita masih membaca dan
membahas kitab-kitab dimaksud. Dalam usaha membaca dan menekuni karangan
para ulama besar ini, semoga kita senantiasa mendapat keberkahan ilmu
dan bisa mengambil semangat (istifadhah) dari kiprah keilmuwan mereka
yang mulia dan monumental.
[email penulis: azmi_mali2000@yahoo.com]
Selasa, 23 April 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar