Oleh : Zurrahmah, SHI (Pelaksana BP4 KUA Kec. Mutiara Timur)
Kita hidup di zaman yang mengajarkan pergaulan bebas, menonjolkan aurat,
dan mempertontonkan perzinaan. Bila mereka berani kepada Allah dengan
melakukan tindakan yang tidak hanya merusak diri, melainkan juga
menghancurkan institusi rumah tangga, mengapa kita takut untuk mentaati
Allah dengan membangun rumah tangga yang kokoh? Bila kita beralasan ada
resiko yang harus dipikul setelah menikah, bukankah perzinaan juga punya
segudang resiko? Bahkan resikonya lebih besar. Bukankankah melajang ada
juga resikonya?
Hidup, bagaimanapun
adalah sebuah resiko. Mati pun resiko. Yang tidak ada resikonya adalah
bahwa kita tidak dilahirkan ke dunia. Tetapi kalau kita berpikir
bagaimana lari dari resiko, itu pemecahan yang mustahil. Allah tidak
pernah mengajarkan kita agar mencari pemecahan yang mustahil. Bila
ternyata segala sesuatu ada resikonya, maksiat maupun taat, mengapa kita
tidak segera melangkah kepada sikap yang resikonya lebih baik? Sudah
barang tentu bahwa resiko pernikahan lebih baik daripada resiko
pergaulan bebas (baca: zina). Karenanya Allah mengajarkan pernikahan dan
menolak perzinaan.
Saya sering ngobrol, dengan kawaan-kawan yang
masih melajang, padahal ia mampu untuk menikah. Setelah saya kejar
alasannya, ternyata semua alasan itu tidak berpijak pada fondasi yang
kuat: ada yang beralasan untuk mengumpulkan bekal terlebih dahulu, ada
yang beralasan untuk mencari ilmu dulu, dan lain sebagainya. Berikut ini
kita akan mengulas mengenai mengapa kita harus segera menikah?
Sekaligus di celah pembahasan saya akan menjawab atas beberapa alasan
yang pernah mereka kemukakan untuk membenarkan sikap.
Menikah itu Fitrah
Allah
Taala menegakkan sunnah-Nya di alam ini atas dasar berpasang-pasangan.
Wa min kulli syai'in khalaqnaa zaujain, dan segala sesuatu kami ciptakan
berpasang-pasangan (Adz-Dzariyaat: 49). Ada siang ada malam, ada laki
ada perempuan. Masing-masing memerankan fungsinya sesuai dengan tujuan
utama yang telah Allah rencanakan. Tidak ada dari sunnah tersebut yang
Allah ubah, kapanpun dan di manapun berada. Walan tajida lisunnatillah
tabdilla, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada
sunnah Allah (Al-Ahzab: 62). Walan tajida lisunnatillah tahwiila, dan
kamu tidak akan mendapati perubahan bagi ketetapan kami itu. (Al-Isra:
77)
Dengan melanggar sunnah itu berarti kita telah meletakkan
diri pada posisi bahaya. Karena tidak mungkin Allah meletakkan sebuah
sunnah tanpa ada kesatuan dan keterkaitan dengan sIstem lainnya yang
bekerja secara sempurna secara universal.
Manusia dengan
kecanggihan ilmu dan peradabannya yang dicapai, tidak akan pernah mampu
menggantikan sunnah ini dengan cara lain yang dikarang otaknya sendiri.
Mengapa? Sebab, Allah swt. telah membekali masing-masing manusia dengan
fitrah yang sejalan dengan sunnah tersebut. Melanggar sunnah artinya
menentang fitrahnya sendiri.
Bila sikap menentang fitrah ini
terus-menerus dilakukan, maka yang akan menanggung resikonya adalah
manusia itu sendiri. Secara kasat mata, di antara yang paling tampak
dari rahasia sunnah berpasang-pasangan ini adalah untuk menjaga
keberlangsungan hidup manusia dari masa ke masa sampai titik waktu yang
telah Allah tentukan. Bila institusi pernikahan
dihilangkan, bisa dipastikan bahwa mansuia telah musnah sejak ratusan abad yang silam.
Mungkin
ada yang nyeletuk, tapi kalau hanya untuk mempertahankan keturunan
tidak mesti dengan cara menikah. Dengan pergaulan bebas pun bisa. Anda
bisa berkata demikian. Tetapi ada sisi lain dari fitrah yang juga Allah
berikan kepada masing-masing manusia, yaitu: cinta dan kasih sayang,
mawaddah wa rahmah. Kedua sisi fitrah ini tidak akan pernah mungkin
tercapai dengan hanya semata pergaulan bebas. Melainkan harus diikat
dengan tali yang Allah ajarkan, yaitu pernikahan. Karena itulah Allah
memerintahkan agar kita menikah. Sebab itulah yang paling tepat menurut
Allah dalam memenuhi tuntutan fitrah tersebut. Tentu tidak ada bimbingan
yang lebih sempurna dan membahagiakan lebih dari daripada bimbingan
Allah.
Allah berfirman fankihuu, dengan kata perintah. Ini
menunjukan pentingnya hakikat pernikahan bagi manusia. Jika
membahayakan, tidak mungkin Allah perintahkan. Malah yang Allah larang
adalah perzinaan. Walaa taqrabuzzina, dan janganlah kamu mendekati zina
(Al-Israa: 32). Ini menegaskan bahwa setiap yang mendekatkan kepada
perzinaan adalah haram, apalagi melakukannya. Mengapa? Sebab Allah
menginginkan agar manusia hidup bahagia, aman, dan sentosa sesuai dengan
fitrahnya.
Mendekati zina dengan cara apapun, adalah proses
penggerogotan terhadap fitrah. Dan sudah terbukti bahwa pergaulan bebas
telah melahirkan banyak bencana. Tidak saja pada hancurnya harga diri
sebagai manusia, melainkan juga hancurnya kemanusiaan itu sendiri. Tidak
jarang kasus seorang ibu yang membuang janinnya ke selokan, ke tong
sampah, bahkan dengan sengaja membunuhnya, hanya karena merasa malu
menggendong anaknya dari hasil zina.
Perhatikan bagaimanan akibat
yang harus diterima ketika institusi pernikahan sebagai fitrah
diabaikan. Bisa dibayangkan apa akibat yang akan terjadi jika semua
manusia melakukan cara yang sama. Ustadz Fuad Shaleh dalam bukunya liman
yuridduz zawaj mengatakan, "Orang yang hidup melajang biasanya sering
tidak normal: baik cara berpikir, impian, dan sikapnya. Ia mudah
terpedaya oleh syetan, lebih dari mereka yang telah menikah."
[bersambung ...]
Minggu, 05 Mei 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar