Jumat, 10 Mei 2013

Rasa Malu Kian Menghilang


Diasuh oleh: Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim, MA

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr wb.

Saya seorang pencinta ruang KAI, karena isinya amat memuaskan dalam memberikan jawaban, yang terkadang lengkap dengan dalil ataupun literaturnya. Sebagai seorang yang pernah belajar dalam bidang etika atau akhlak, saya melihat bahwa sebagian besar dari kesalahan yang dilakukan manusia dewasa ini adalah karena sudah berkurangnya rasa malu.

Korupsi kolusi dan nepotism (KKN) sebabnya adalah karena yang bersangkutan kurang malu. Seseorang tidak akan berani mengkhianati amanah, mencuri, berjudi, ber-khalwat, minum khamar, dan sejenisnya kecuali karena rasa malunya sudah berkurang, ataupun mungkin juga sudah tidak ada lagi sama sekali.

Nenek tua diperkosa, atau dibunuh untuk merampok emas hiasan yang digunakan, balita perempuan diperkosa oleh tiga anak remaja dan banyak. Banyak lagi model kejahatan aneh dewasa ini, menurut saya adalah karena tidak malu. Tidak ada lagi sedikit pun rasa malu pada diri, masyarakat dan Allah swt.

Menurut Ustaz apa memang demikian dan kalau benar demikian apa kiat-kiat kita untuk mengatasi kejahatan dan jarimah-jarimah tersebut? Atas perhatian dan jawaban Ustaz saya ucapkan banyak terima kasih.

Mahdi Jamil
Aceh Timur

Jawaban:

Saudara Mahdi Jamil, yth.
Waalaikumus salam wb wb.

Pertama-tama pengasuh menyampaikan selamat bergabung dalam ruangan KAI dan selamat mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Di samping itu, kami juga sangat mengharapkan kritikan, pandangan dan pikiran demi terwujudnya cita-cita kita, yaitu berjalannya syariat Islam secara kaffah. Malah pengasuh juga mengharapkan pertanyaan dan kritikan konstruktif saudara-saudara kita dari agama lain (nonmuslim), karena syariat Islam memang rahmatan lil’alamin.

Pengasuh sependapat dengan saudara, bahwa semua itu terjadi karena rasa malu pelakunya sudah berkurang atau memang sudah tidak ada lagi sama sekali. Di dalam buku hadis arba‘in karangan Imam Annawawi, Rasul saw yang  berbunyi: “Sesungguhnya yang masih paling diingat orang dari perkataan para nabi terdahulu adalah: Jika kamu tidak malu maka lakukanlah apa pun yang kamu mau.” Hadis ini dinukil dari Kitab Jami‘us Shahih karangan Imam Bukhari nomor 3224. Kalau mau sedikit kita merenung tentang hadis tersebut, kita akan mendapatkan bahwa betapa sederhana rangkaian kata-katanya, tetapi mengandung makna yang sangat mendalam. Hal itu wajar, karena beliau adalah seorang Nabi dan Rasul terakhir yang dikaruniai kefasihan dan ke-balaghah-an dalam perkataan. Sehingga sabdanya dapat langsung dimengerti oleh semua orang yang mendengarkan.

Sebelum hadis tersebut dibahas lebih jauh, ada baiknya kita uraikan sedikit tentang definisi, pengaruh dan kedudukan malu di dalam Islam. Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzi: Malu adalah suatu sifat yang selalu memotivasi seseorang untuk meninggalkan perilaku tercela dan memenuhi hak Allah swt dan hak orang lain (Madarijus Salikin, jilid II: 260).

Malu di dalam Islam memiliki kedudukan yang tinggi, yaitu termasuk bagian dari iman seseorang. Nabi saw bersabda: “Iman itu memiliki enam puluh cabang lebih, sedangkan malu termasuk cabang dari iman itu” (Jami`us Shahih nomor 8). Lebih jauh, Nabi saw menjelaskan, malu itu selalu mendatangkan kebaikan, sebagaimana sabdanya: “Malu itu tidak akan mendatangkan sesuatu kecuali berupa kebaikan” (Jamius Shahih, nomor 5652).

Kadar keimanan seseorang dapat diukur dengan melihat seberapa kuat rasa malunya. Semakin kuat rasa malu seseorang untuk tidak melakukan perbuatan yang kurang baik --apalagi perbuatan haram-- maka semakin kuat pula keimanannya. Sebaliknya jika seseorang sudah tidak malu lagi melakukan kemaksiatan, maka dapat dipastikan bahwa keimanannya pun sangat lemah. Inilah makna yang tersirat dari hadis pertama di atas.

Mengukur iman dengan rasa malu ini adalah suatu keniscayaan. Karena keimanan adalah perbuatan hati yang tidak dapat diketahui oleh orang lain, kecuali jika sudah divisualisasikan dengan perbuatan. Dari perbuatan itu kita dapat mengetahui kadar keimanan. Sedangkan perbuatan itu sangat ditentukan oleh rasa malu.

Seseorang tidak akan mau melakukan sesuatu jika masih malu, tapi jika rasa malunya sudah tidak ada maka ia berani melakukan perbuatan itu. Jadi malu adalah refleksi dari iman. Orang Islam --yang meyakini bahwa Allah swt selalu mengetahui dan mengawasi segala perbuatannya-- jika kuat imannya, tentu akan malu untuk bermaksiat kepada Allah SWT. Tetapi jika imannya sudah sangat lemah, maka ia tidak malu lagi untuk bermaksiat.

Maraknya kasus KKN, menigkatnya jumlah wanita tuna susila (WTS), dan pesatnya peningkatan tindakan kriminal di negeri ini, adalah bukti nyata bahwa etika malu telah hilang dari hati bangsa ini. Hal ini juga berarti bahwa keimanan bangsa ini sudah sangat lemah. Implikasinya adalah jauhnya hubungan bangsa ini dengan Allah swt.

Ketika hubungan suatu bangsa dengan Allah swt sudah tidak baik, dapat dipastikan bahwa bangsa tersebut tidak akan mendapat berkah Allah swt. Meskipun secara material memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah ruah. Inilah yang terjadi pada bangsa kita sekarang. Melimpahnya kandungan alam, mulai dari emas sampai garam ada di negeri ini. Ironisnya dengan segala kekayaan alam itu, realitas menunjukkan bahwa penduduk bangsa ini dari dulu sampai sekarang tidak pernah merasakan kehidupan yang sejahtera. Sebaliknya yang terjadi adalah kesengsaraan melanda di seluruh pelosok negeri ini.

Bertolak dari itu semua, kita harus lebih memperbaiki hubungan kita dengan Allah swt Tuhan sekalian alam. Yang berarti harus kembali menguatkan keimanan kita. Hal ini hanya dapat dicapai jika etika malu yang selama ini hilang, ditemukan kembali. Kita harus menghidupkan dan menemukan kembali etika malu.

Mulai dari orang tua hingga ke kanak-kanak, mulai pemimpin sampai rakyat biasa dan mulai dari yang tua sampai yang masih kecil. Sehingga tidak ada lagi berita tentang adanya kasus KKN, WTS, kriminal dsb. Jika ini semua sudah terealisasi, maka dapat dipastikan bahwa krisis multidimensi yang melanda akan segera berakhir dan berganti dengan merebaknya kesejahteraan di seluruh pelosok. Insya Allah.

Dalam rangka menumbuhkan kembali atau mempertebalkan lagi rasa malu inilah, kita menerapkan sanksi cambuk di depan umum, bagi pelaku kriminal khulwah, khamar dan maisir. Dengan harapan sanksi ini dengan murah tapi meriah dapat menggelitik kembali rasa malu yang ada pada diri sipelaku jarimah, sehingga terbangun dan berfungsi kembali secara normal. Amin. Demikian, semoga bermanfaat adanya. Wallahu a‘lamu bish-shawaab.

0 komentar: