Minggu, 05 Mei 2013

Akhirnya Aturan Urus Akta Kelahiran Lewat Pengadilan Dicabut

JAKARTA, KUAmtNesw — Masyarakat boleh merasa lega, khususnya mereka yang belum memiliki akta kelahiran sementara usianya melebihi satu tahun. Sebelumnya mengacu pada pasal 32 ayat 2 Undang Undang nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu satu tahun, harus dengan penetapan Pengadilan Negeri.

Per 1 Mei 2013, Pengadilan Tak Tangani Akte Kelahiran


Mahkamah Agung mencabut Surat Edaran (SEMA) Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pedoman Penetapan Pencatatan Kelahiran yang Melampaui Batas Satu Tahun Secara Kolektif. Dengan dicabutnya SEMA tersebut, artinya sejak 1 Mei 2013, pengadilan tidak lagi berwenang memeriksa permohonan penetapan pencatatan akta kelahiran.

"Maka SEMA Nomor 6 Tahun 2012 menjadi tidak relevan dan oleh karenanya harus dicabut," kata Ketua MA, Hatta Ali, di kantornya, Jumat (3/5/2013).

Menurut Hatta, pencabutan SEMA No 6 Tahun 2012 merupakan tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa pengurusan akte kelahiran yang telat tidak harus melalui pengadilan.

"Dengan demikian pencatatan kelahiran yang melampui batas waktu satu tahun tidak perlu penetapan pengadilan negeri," ujarnya.

Meski demikian, Hatta mengatakan pengadilan masih mempunyai kewajiban menyelesaikan permohonan yang terdaftar sebelum putusan MK diucapkan.

"Yang sudah masuk sebelum ada putusan MK supaya diselesaikan. Namun bagi pemohon yang baru mengajukan permohonan jangan diterima," tegasnya.

MK: Urus Akta Kelahiran tidak Perlu ke Pengadilan

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan gugatan UU Administrasi Kependudukan terkait pengurusan akta kelahiran apabila mengalami keterlambatan lebih dari 60 hari.

"Pasal 32 ayat 2 UU No 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kata 'persetujuan' dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai 'keputusan'," kata Ketua MK Akil Mochtar saat membacakan putusan dalam sidang terbuka untuk umum di Gedung MK Jakarta, Selasa (30/4).

Putusan ini atas permohonan Muntholib, warga RT 5/8 Desa Sawunggaling, Wonokromo, Kota Surabaya. Sementara pasal yang digugat berbunyi 'pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 tahun dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri'.

Dengan demikian, tambah Akil, Pasal 32 ayat 1 selengkapnya menjadi 'laporan pelayanan kelahiran sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat 1 yang melampaui batas 60 hari sejak tanggal kelahiran pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan kepala instansi pelaksana setempat'.

Dalam pertimbangannya, MK mengutip Pasal 28 ayat (1) UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan pelayanan akta kelahiran merupakan kewajiban pemerintah di bidang administrasi kependudukan yang diselenggarakan dengan sederhana dan terjangkau.

Pada sisi lain, setiap penduduk wajib melaporkan setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya, termasuk kelahiran.

"Akta kelahiran adalah yang sangat penting. Dengan adanya akta kelahiran seseorang mendapat pengakuan jaminan perlindungan dan kepastian hukum karena dirinya telah tercatat oleh negara," demikian pendapat MK.

Selama ini pelayanan akta kelahiran dinilai menjadi rumit dan berbelit-belit akibat kelahiran yang terlambat dilaporkan kepada Instansi Pelaksana setempat yang melampaui batas waktu 60 hari hingga satu tahun dan harus dengan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat.

Ditambah lagi, lanjutnya, jika lewat satu tahun harus dengan penetapan pengadilan seperti diatur Pasal 32 ayat (2). Karena itu, frasa "persetujuan" dalam Pasal 32 ayat (1) UU Adminduk dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan dalam proses penerbitan akta kelahiran karena persetujuan bersifat internal di Instansi Pelaksana.

"Demi kepastian hukum yang adil, dicatat atau tidak dicatatnya kelahiran yang terlambat dilaporkan seperti dimaksud Pasal 32 ayat (1) perlu keputusan dari Kepala Instansi Pelaksana," kata Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.

Sumber: VIVAnews dan Metrotvnews.com

0 komentar: