Selasa, 30 April 2013

Kanji Calee: Cita Rasa Kanji Pidie

SELAIN mi caluek, Kabupaten Pidie juga memiliki sejumlah makanan yang kas dan rasanya beda dengan daerah laen. Makanan itu antara lain kanji, rujak, mie kocok, bandeng presto (eungkot muloh teupeh), dan kue adee.
Untuk penggemar kanji, makanan yang dibuat dari beras putih plus racikan bumbu rempahan khas dapat dinikmati di warung kanji Caleue yang berada di pinggir jalan Banda Aceh-Medan, tepatnya di Gampong Seupeng, Kecamatan Peukan Baro, Pidie yang jaraknya sekitar enam kilometer dari Sigli, ibu kota Kabupaten Pidie. Bagi mereka yang singgah di Pidie, rasanya belum lengkap jika belum mencicipi kanji Caleue buatan Rudi (35) warga Gampong Sawi, Kecamatan Peukan Baro, itu. 



“Sebanyak 44 macam rempah-rempah kami gunakan untuk bumbu membuat kanji ini,” kata Rudi kepada Serambi, Rabu (5/2) disela-sela kesibukannya melayani pembeli yang datang silih berganti. Usaha itu, menurutnya, telah dirintis 13 tahun lalu. Awalnya, usaha itu didirikan orang tuanya. Karena kini, orang tuanya tidak mampu lagi mengelola usaha tersebut, akhirnya Rudi mengambil alih dengan dibantu tiga pekerja. 

Setiap hari, menurut Rudi, kanji sampu terjual lima bambu beras. Satu porsi kanji dijual Rp 5.000. “Kami mulai membuka warung sejak pukul 08.30 WIB dan tutup pukul 14.00 WIB. Jumat kami tak jualan,” kata Rudi. Sebenarnya, kata dia, permintaan kanji tiap hari selalu tinggi. Tapi, lanjut, Rudi dirinya tetap memasak kanji ukuran lima  bambu beras. “Kami bekerja santai selama tujuh jam menjual kanji. Terkadang pukul 11.30 WIB, kanji sudah habis. Karena banyak pegawai yang datang makan kanji,” kata Rudi.

Di samping warga Pidie, lanjutnya, pengunjung dari luar daerah seperti Banda Aceh, Lhokseumawe, Langsa, dan Medan juga sering singgah di warung miliknya itu. Mereka transit sekejab untuk menikmati kanji. Bahkan, menurut Rudi, pejabat Provinsi Aceh juga sering datang untuk mencicipi kanji yang dijualnya. “Pengunjung dari luar daerah, biasanya ramai datang pada hari Minggu. Bahkan, terkadang mereka membawa baskom untuk membeli kanji guna dibawa pulang ke rumah,” ungkap Rudi.

Dikatakan, hingga kini kanji yang dijualnya juga sering diorder masyarakat untuk pesta dan pertemuan di kantor pemerintahan. “Kita tidak melayani pesanan. Karena kita bekerja santai, jadi jika melayani order tambah repot menyiapkan kanji dalam jumlah besar,” kata Rudi.

Kecuali kanji, ada satu lagi makanan di Pidie yang memiliki rasa yang khas. Makanan itu adalah rujak Busu. Rujak ini mungkin belum begitu dikenal orang luar daerah karena letaknya agak jauh dari jalan Banda Aceh-Medan yaitu, di kawasan Simpang Empat Gampong Busu, Kecamatan Mutiara Barat. Pemilik usaha rujak itu bernama Mustafa. “Satu piring rujak kami jual 3.000 rupiah. Setiap hari, Alhadulillah omset saya 2,5 juta hingga tiga juta rupiah,” kata M Nasir (23), satu orang dari tujuh pekerja pada pondok rujak tersebut.

Setiap hari, warung rujak beratap rumbia itu selalu melayani ratusan pengunjung. Sejak sepuluh tahun terakhir ini, rujak khas Busu itu telah termashur ke berbagai kecamatan di Pidie dan Pidie Jaya. Cita rasa rujak Busu masih khas yaitu pedas dan manis, sehingga tiap hari ada saja orang yang datang untuk menikmati rujak tersebut.

Kendati pondok rujak yang lokasinya sempit, Namun, pelanggan yang datang secara bergilir juga dapat makan rujak sambil menikmati panorama alam berupa hamparan areal sawah yang luas membentang.  “Buah-buahan segar untuk bahan rujak, khusus kami pesan dari Brastagi, Sumatera Utara,” kata M Nasir. Jika Anda ingin membuktikan kenikmati rujak Busu, silakan datang di Simpang Empat Gampong Busu, Kecamatan Mutiara Barat, Pidie.(muhammad nazar)

0 komentar: